Kamis, 22 Mei 2014

Sejarah Desa Hulaan

SEJARAH DESA HULAAN
Warga berebut "gunungan"
Desa Hulaan terbagi menjadi 4 (empat) bagian wilayah administrasi, diantaranya dusun Hulaan, dusun Tlogobedah, dusun Karangpoh dan dusun Sidomulyo. Dusun-dusun tersebut memiliki cerita sejarah tersendiri namun masih saling berkaitan satu dengan lainnya.

Menurut cerita masyarakat dusun Hulaan, konon cerita ada se-ekor gajah besar yang masuk wilayah mereka dan menyebabkan penduduk sekitar menjadi panik akan kehadiran gajah tersebut, akhirnya warga memutuskan untuk mengusir gajah dengan cara meneriaki menggunakan perkataan “ Hula-hula ” dan akhirnya gajah berhasil diusir keluar dari wilayah mereka. Sejak kejadian itu penduduk setempat menamai wilayahnya dengan nama “HULAAN”. Dusun Hulaan sendiri memiliki wilayah Pedukuhan yakni Genengan.

Dusun Tlogobedah memiliki cerita hikayat sendiri dari masyarakat setempat, konon pada jaman dahulu wilayah tersebut awal mulanya bernama “Pecangkrangan” dikarenakan sering terjadi wabah cangkrang (penyakit cacar) yang menyerang penduduk setempat. Entah bagaimana asal mulanya, perlahan-lahan masyarakat yang terkena wabah berangsur sembuh. Menurut sumber yang ada, menyebutkan bahwa wabah penyakit cacar yang menyerang penduduk setempat berhasil dihilangkan oleh seorang pemuda pengembara yang dalam akhir perjalanannya singgah di telaga dan konon cerita beliau adalah seorang tentara Majapahit.

Singkat cerita, pemuda pengembara itu terlibat perkelahian dengan pemuda pengembara lainnya yang tidak lain adalah saudaranya sendiri. Belum diketahui penyebabnya mereka terlibat dalam pertarungan, keduanya tega membunuh satu sama lainnya (istilah jawa; tega pati) sehingga pada akhirnya kedua pemuda bersaudara itu meninggal dunia. Akhirnya penduduk setempat mengganti nama desa menjadi desa “Tegopati”.

Seiring berjalannya waktu ada sekawanan gajah dari arah utara desa yang menerobos tanggul tlogo (telaga) di daerah Tegopati. Karena telaga selalu jebol diterobos oleh kawanan gajah maka penduduk setempat mengganti nama wilayahnya menjadi “TLOGOBEDAH”. Hingga cerita ini ditulis, bendungan telaga yang dibuat tanggul untuk desa selalu jebol sampai 2 (dua) kali.

Sedang dusun Karangpoh sendiri sebagian masyarakat menyebut bahwa wilayah tersebut merupakan bagian pedukuhan dari dusun Hulaan, namun mayoritas mengatakan bahwa Karangpoh sudah menjadi dusun tersendiri dan tercatat di administrasi pemerintahan desa Hulaan. Bernama “KARANGPOH“ menurut cerita masyarakat setempat dikarenakan wilayah tersebut banyak pekarangan pohon mangga yang istilah jawa disebut “ Pekarangan Poh ”.

Dusun Sidomulyo sendiri sebelumnya masuk wilayah dusun Tlogobeda, baru muncul setelah kemerdekaan yakni sekitar tahun 60-an, penduduknya kebanyakan adalah pendatang dari desa sekitar dan rata-rata sumber dayanya lebih pandai dari penduduk asli Tlogobeda. Kemunculan dusun Sidomulyo murni karena kebutuhan masyarakat asli tlogobeda maupun pendatang untuk membuat dusun sendiri (mekar). Mereka menggelar rapat bersama untuk memisahkan diri dari dusun Telogobedah dan memberi nama dusun baru itu dengan nama “SIDOMULYO” dengan harapan agar penduduk wilayah terebut diberikan kemulyaan dalam kehidupannya. [nganti.mandiri.crew]

(Sumber: PJM Pronangkis LKM Bina Karya Makmur, Desa Hulaan-Menganti-Gresik) 

RITUAL "BEREBUT GUNUNGAN"

Ada hal menarik dalam kebudayaan masyarakat desa Hulaan Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik yang hingga saat ini masih dipertahankan. Berebut "Gunungan" berupa Hasil Bumi dalam perayaan "Kirab Sedekah Bumi" merupakan tradisi masyarakat yang selenggarakan turun temurun sejak dulu. Selain diikuti warga desa setempat, tradisi yang rutin dilakukan tiap tahun tersebut kini merupakan salah satu obyek wisata budaya dan diminati para wisatawan yang datang ke kota Gresik 
Setiap perayaannya, ratusan warga antusias mengikuti rangkaian ritual dan utamanya adalah berebut "Gunungan" yang sudah di tata rapi, mereka meyakini jika mendapatkan hasil bumi tersebut akan mendapat berkah dan umur panjang. Selain itu, sedekah bumi juga sebagai ungkapan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia hasil panen, kesehatan dan rejeki yang melimpah. Biasanya, puluhan gunungan hasil bumi dipersiapkan terlebih dahulu oleh panitia penyelenggara untuk meramaikan ritual kirab budaya sedekah bumi loh jinawi yang digelar warga desa Hulaan tersebut. Arak-arakan kirab budaya sedekah bumi "Loh Jinawi" sendiri, dilakukan ratusan warga desa Hulaan dengan cara mengusung puluhan hasil bumi dengan mengelilingi desanya.
Dalam perayaan tersebut, yang menjadi daya tarik adalah prosesi kirab sedekah bumi dilakukan warga dengan berpakaian adat mengelilingi desa, menempuh perjalanan hampir dua kilometer dan diikuti seluruh elemen masyarakat desa baik anak-anak, ibu rumah tangga, para kaum pria hingga kakek-kakek dan nenek-nenek. Sedang "Gunungan" yang berisikan beragam hasil bumi seperti terong, jeruk, singkong, pisang, tomat, mangga dan ayam kampung yang menjadi produk unggulan warga desa setempat, rata-rata memiliki tinggi antara satu hingga dua meter dan biaya pembuatannya berasal dari swadaya warga.
Di sepanjang perjalanan, Ribuan warga menyambut rombongan gunungan hasil bumi dengan penuh suka cita, bahkan mereka harus rela berdesak-desakan. Akhirnya, setelah dikirab hampir dua kilometer mengelilingi desanya, Gunungan Hasil Bumi berhenti dan dikumpulkan menjadi satu di halaman balai desa. Baru setelah usai dibacakan do'a, ratusan warga berebut untuk mendapatkan gunungan hasil bumi untuk dinikmati keluarganya. 
Tradisi kirab Gunugan hasil bumi tersebut telah berlangsung sejak puluhan tahun silam dan telah menjadi tradisi tahunan yang selalu dinanti masyarakat. Tradisi Sedekah Bumi dikenal warga dan yang hingga kini tetap dilestarikan tersebut merupakan peninggalan nenek moyang dan para leluhur secara turun temurun. [nganti.mandiri.crew]

(Sumber: gresikgress.blogspot.com dan sudah diolah)

0 komentar:

Posting Komentar

Karya Nyata "Si Miskin" yang Tak Terjamah

Karya Nyata "Si Miskin" yang Tak Terjamah
Sentuhan nyata pemerintah dan pelaku usaha yang sudah mapan, baik dengan cara terus membuka pasar maupun bantuan pengembangan usaha kecil, diyakini akan mampu menghidupkan kembali sektor usaha riil “arus bawah”, yakni ekonomi kerakyatan, yang merupakan bagian pondasi ekonomi bangsa ini.

REPUBLIK TERONG; Cita-cita “Wong Ndeso” Menggapai Kesejahteraan Kolektif

REPUBLIK TERONG; Cita-cita “Wong Ndeso” Menggapai Kesejahteraan Kolektif
" Dengan kerja keras yang konsisten dan komitmen tinggi untuk terus melakukan pengembangan dan perluasan pasar, potensi produk olahan berbahan utama buah terong produk KSM Sidojangkung Bestari akan terus dikenal luas di pasaran, karena kealamian produknya serta kualitas produknya yang memang diolah dari tangan-tangan terampil warga miskin desa Sidojangkung "