Desa Hulaan terbagi menjadi 4 (empat) bagian wilayah
administrasi, diantaranya dusun Hulaan, dusun Tlogobedah, dusun Karangpoh dan
dusun Sidomulyo. Dusun-dusun tersebut memiliki cerita sejarah tersendiri namun
masih saling berkaitan satu dengan lainnya.
Menurut cerita masyarakat dusun Hulaan, konon cerita
ada se-ekor gajah besar yang masuk wilayah mereka dan menyebabkan penduduk
sekitar menjadi panik akan kehadiran gajah tersebut, akhirnya warga memutuskan
untuk mengusir gajah dengan cara meneriaki menggunakan perkataan “ Hula-hula ”
dan akhirnya gajah berhasil diusir keluar dari wilayah mereka. Sejak kejadian
itu penduduk setempat menamai wilayahnya dengan nama “HULAAN”. Dusun Hulaan sendiri memiliki wilayah Pedukuhan yakni
Genengan.
Dusun Tlogobedah memiliki cerita hikayat sendiri dari
masyarakat setempat, konon pada jaman dahulu wilayah tersebut awal mulanya
bernama “Pecangkrangan” dikarenakan sering terjadi wabah cangkrang (penyakit
cacar) yang menyerang penduduk setempat. Entah bagaimana asal mulanya,
perlahan-lahan masyarakat yang terkena wabah berangsur sembuh. Menurut sumber
yang ada, menyebutkan bahwa wabah penyakit cacar yang menyerang penduduk
setempat berhasil dihilangkan oleh seorang pemuda pengembara yang dalam akhir
perjalanannya singgah di telaga dan konon cerita beliau adalah seorang tentara
Majapahit.
Singkat cerita, pemuda pengembara itu terlibat
perkelahian dengan pemuda pengembara lainnya yang tidak lain adalah saudaranya
sendiri. Belum diketahui penyebabnya mereka terlibat dalam pertarungan,
keduanya tega membunuh satu sama lainnya (istilah jawa; tega pati) sehingga
pada akhirnya kedua pemuda bersaudara itu meninggal dunia. Akhirnya penduduk
setempat mengganti nama desa menjadi desa “Tegopati”.
Seiring berjalannya waktu ada sekawanan gajah dari
arah utara desa yang menerobos tanggul tlogo (telaga) di daerah Tegopati.
Karena telaga selalu jebol diterobos oleh kawanan gajah maka penduduk setempat
mengganti nama wilayahnya menjadi “TLOGOBEDAH”. Hingga cerita ini ditulis, bendungan telaga yang dibuat
tanggul untuk desa selalu jebol sampai 2 (dua) kali.
Sedang dusun Karangpoh sendiri sebagian masyarakat
menyebut bahwa wilayah tersebut merupakan bagian pedukuhan dari dusun Hulaan,
namun mayoritas mengatakan bahwa Karangpoh sudah menjadi dusun tersendiri dan
tercatat di administrasi pemerintahan desa Hulaan. Bernama “KARANGPOH“ menurut cerita
masyarakat setempat dikarenakan
wilayah tersebut banyak pekarangan pohon mangga yang istilah jawa disebut “
Pekarangan Poh ”.
Dusun Sidomulyo sendiri sebelumnya masuk wilayah dusun
Tlogobeda, baru muncul setelah kemerdekaan yakni sekitar tahun 60-an,
penduduknya kebanyakan adalah pendatang dari desa sekitar dan rata-rata sumber
dayanya lebih pandai dari penduduk asli Tlogobeda. Kemunculan dusun Sidomulyo
murni karena kebutuhan masyarakat asli tlogobeda maupun pendatang untuk membuat
dusun sendiri (mekar). Mereka menggelar rapat bersama untuk memisahkan diri
dari dusun Telogobedah dan memberi nama dusun baru itu dengan nama “SIDOMULYO” dengan harapan agar
penduduk wilayah terebut diberikan kemulyaan dalam kehidupannya. [nganti.mandiri.crew]
(Sumber: PJM Pronangkis LKM Bina Karya Makmur, Desa Hulaan-Menganti-Gresik)
RITUAL "BEREBUT GUNUNGAN"
Ada hal menarik dalam kebudayaan masyarakat desa Hulaan Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik yang hingga saat ini masih dipertahankan. Berebut "Gunungan" berupa Hasil Bumi dalam perayaan "Kirab Sedekah Bumi" merupakan tradisi masyarakat yang selenggarakan turun temurun sejak dulu. Selain diikuti warga desa setempat, tradisi yang rutin dilakukan tiap tahun tersebut kini merupakan salah satu obyek wisata budaya dan diminati para wisatawan yang datang ke kota Gresik
Setiap perayaannya, ratusan
warga antusias mengikuti rangkaian ritual dan utamanya adalah berebut "Gunungan" yang sudah di tata rapi, mereka meyakini jika mendapatkan hasil bumi tersebut akan mendapat berkah dan umur panjang. Selain itu, sedekah bumi juga sebagai ungkapan puji
syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia hasil panen,
kesehatan dan rejeki yang melimpah. Biasanya, puluhan
gunungan hasil bumi dipersiapkan terlebih dahulu oleh panitia
penyelenggara untuk meramaikan ritual kirab budaya sedekah bumi loh
jinawi yang digelar warga desa Hulaan tersebut. Arak-arakan kirab budaya
sedekah bumi "Loh Jinawi" sendiri, dilakukan ratusan warga desa Hulaan
dengan cara mengusung puluhan hasil bumi dengan mengelilingi
desanya.
Dalam perayaan tersebut, yang menjadi daya tarik adalah prosesi kirab sedekah bumi dilakukan warga
dengan berpakaian adat mengelilingi desa, menempuh perjalanan hampir
dua kilometer dan diikuti seluruh elemen masyarakat desa baik
anak-anak, ibu rumah tangga, para kaum pria hingga kakek-kakek dan
nenek-nenek. Sedang "Gunungan" yang berisikan beragam hasil bumi seperti terong, jeruk, singkong, pisang, tomat, mangga dan ayam kampung yang menjadi produk unggulan warga
desa setempat, rata-rata
memiliki tinggi antara satu hingga dua meter dan biaya pembuatannya berasal dari swadaya warga.
Di sepanjang perjalanan,
Ribuan warga menyambut rombongan gunungan hasil bumi dengan penuh
suka cita, bahkan mereka harus rela berdesak-desakan. Akhirnya,
setelah dikirab hampir dua kilometer mengelilingi desanya, Gunungan
Hasil Bumi berhenti dan dikumpulkan menjadi satu di halaman balai desa. Baru setelah usai
dibacakan do'a, ratusan warga berebut untuk mendapatkan gunungan
hasil bumi untuk dinikmati keluarganya.
Tradisi kirab
Gunugan hasil bumi tersebut telah berlangsung sejak puluhan tahun
silam dan telah menjadi tradisi tahunan yang selalu dinanti
masyarakat. Tradisi Sedekah Bumi dikenal
warga dan yang hingga kini tetap dilestarikan tersebut merupakan
peninggalan nenek moyang dan para leluhur secara turun temurun. [nganti.mandiri.crew]
(Sumber: gresikgress.blogspot.com dan sudah diolah)